WELCOME--- SUGENG RAWUH--- SELAMAT DATANG--- AHLAN WASAHLAN---"BERSATU KITA MAMPU"... WELCOME--- SUGENG RAWUH--- SELAMAT DATANG---AHLAN WASAHLAN--- "BERSAMA KITA BISA"...

Tuesday, March 3, 2009

PRINSIP – PRINSIP MORAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN



Beberapa prinsip moral yang harus diaplikasikan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan menurut Baird, McCorcle dan Grant (1991) diantaranya adalah autonomy, beneficience, justice, veracity, avoiding killing dan fidelity.

A. Autonomy/Otonomi
Autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini sebagai dasar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien, bahwa pasien adalah seorang yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Perawat harus melibatkan pasien dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien.
Aplikasi prinsip moral otonomi dalam asuhan keperawatan ini contohnya adalah seorang perawat apabila akan menyuntik harus memberitahu untuk apa obat tersebut, prinsip otonomi ini dilanggar ketika seorang perawat tidak menjelaskan suatu tindakan keperawatan yang akan dilakukannya, tidak menawarkan pilihan misalnya memungkinkan suntikan atau injeksi bisa dilakukan di pantat kanan atau kiri dan sebagainya. Perawat dalam hal ini telah bertindak sewenang-wenang pada orang yang lemah.
Hukum islam mengajarkan bahwa kita tidak boleh sewenang-wenang pada kaum yang lemah, Allah ta’ala berfirman dalam Adh Dhuha 9-10, “ Adapun terhadap anak yatim,maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang dan terhadap peminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Nawawi,1999).
Demikianlah, orang miskin, yatim piatu dan orang yang dalam kondisi sakit adalah orang yang lemah, sehingga apabila kita tidak menghormati dan sewenang-wenang maka kita telah berbuat dzalim kepadanya.

B. Beneficience
Prinsip beneficience ini oleh Chiun dan Jacobs (1997) dedefinisikan dengan kata lain doing good yaitu melakukan yang terbaik . Beneficience adalah melakukan yang terbaik dan tidak merugikan orang lain , tidak membahayakan pasien . Apabila membahayakan, tetapi menurut pasien hal itu yang terbaik maka perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut, sehingga keputusan yang diambil perawatpun yang terbaik bagi pasien dan keluarga.
Beberapa contoh prinsip tersebut dalam aplikasi praktik keperawatan adalah, seorang pasien mengalami perdarahan setelah melahirkan, menurut program terapi pasien tersebut harus diberikan tranfusi darah, tetapi pasien mempunyai kepercayaan bahwa pemberian tranfusi bertentangan dengan keyakinanya, dengan demikian perawat mengambil tindakan yang terbaik dalam rangka penerapan prinsip moral ini yaitu tidak memberikan tranfusi setelah pasien memberikan pernyataan tertulis tentang penolakanya.
Perawat tidak memberikan tranfusi, padahal hal tersebut membahayakan pasien, dalam hal ini perawat berusaha berbuat yang terbaik dan menghargai pasien. Ada kaidah syariat yang dibangun atas prinsip memudahkan dan menghindari kesulitan dengan catatan, dalam keadaan terpaksa (Qardhawi, 2000). Adapun dalam kondisi darurat Allah swt. Berfirman, “ Maka barang siapa yang terpaksa sedang ia tidak menginginkanya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-An’am : 145) . Begitulah perawat tidak menyelamatkan jiwa pasien tersebut dalam keadaan terpaksa yaitu tidak memberikan tranfusi yang sebenarnya bias menyelamatkan jiwa pasien.

C. Justice
Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan prinsip dari justice (Perry and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip justice ini adalah dasar dari tindakan keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku adil pada setiap pasien, artinya setiap pasien berhak mendapatkan tindakan yang sama.
Tindakan yang sama tidak selalu identik, maksudnya setiap pasien diberikan konstribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupannya. Prinsip Justice dilihat dari alokasi sumber-sumber yang tersedia, tidak berarti harus sama dalam jumlah dan jenis, tetapi dapat diartikan bahwa setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkannya sesuai dengan kebutuhan pasien. (Sitorus, 2000).
Sebagai contoh dari penerapan tindakan justice ini adalah dalam keperawatan di ruang penyakit bedah, sebelum operasi pasien harus mendapatkan penjelasan tentang persiapan pembedahan baik pasien di ruang VIP maupun kelas III, apabila perawat hanya memberikan kesempatan salah satunya maka melanggar prinsip justice ini.
Hukum islam juga mengatur bahwa manusia itu hendaknya berbuat adil pada sesama. Firman Allah swt : “Sesungguhnya Allah memerintahkan adil dan berbuat baik” (An-Nahl 90)

D. Veracity
Veracity menurut Chiun dan Jacobs (1997) sama dengan truth telling yaitu berkata benar atau mengatakan yang sebenarnya. Veracity merupakan suatu kuajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain atau pasien (Sitorus, 2000).
Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien menanyakan berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”, bagaimana hasil laboratorium saya suster?’ dan sebagainya. Hal-hal seperti itu harusnya dijawab perawat dengan bener sebab berkata benar atau jujur adalah pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu dimanapun berada. Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an (Al Hajj : 30), “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta”. (Nawawi,1999 : 447)
Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu juga dipikirkan apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak, apabila memungkinkan maka harus dijawab dengan jawaban yang jelas dan benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan tekanan darah maka harus dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan sebagainya.
Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk menerima jawaban yang sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan jawaban ; hasil ukur tekanan darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien.
Seorang perawat yang professional dan islami akan berperilaku secara profesional dan islami juga. Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata “Saya menghafal beberapa kalimat dari Rasullullah saw, yaitu : “Tinggalkanlah apa yang kamu ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kamu ragukan, sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan kebimbangan. (HR. Tirmidzi).
Tentang berkata jujur dalam agama islam juga diwajibkan yaitu Allah Ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar” (Al-Ahzab : 70).

E. Fidelity
Sebuah profesi mempunyai sumpah dan janji, saat seorang menjadi perawat berarti siap memikul sumpah dan janji. Hudak dan Gallo (1997 : 108), menjelaskan bahwa membuat suatu janji atau sumpah merupakan prinsip dari fidelity atau kesetiaan. Dengan demikian fidelity bisa diartikan dengan setia pada sumpah dan janji. Chiun dan Jacobs (1997 : 40) menuliskan tentang fidelity sama dengan keeping promises, yaitu perawat selama bekerja mempunyai niat yang baik untuk memegang sumpah dan setia pada janji.
Prinsip fidelity menjelaskan kewajiaban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu kuajiaban memperatankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien yang meliputi menepati janji dan menyimpan rahasia serta caring (Sitorus, 2000 : 3). Prinsip fidelity ini dilanggar ketika seorang perawat tidak bisa menyimpan rahasia pasien kecuali dibutuhkan, misalnya sebagai bukti di pengadilan, dibutuhkan untuk menegakan kebenaran seperti penyidikan dansebagainya. Nabi saw bersabda, HR Thabrani,”Barang siapa membicarakan seorang dengan suatu yang tidak ada kenyataanya dengan maksud hendak mencelanya, Allah akan menahanya di neraka jahanam sehingga ia datang dengan melaksanakan apa yang ia bicarakan tentangnya” (Qardhawi, 2000 : 460)
Penerapan prinsip fidelity dalam praktik keperawatan misalnya, seorang perawat tidak menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan, atau media lain baik diagnosa medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa keperawatanya (Gangguan pertukaran gas, Defisit nutrisi). Selain contoh tersebut yang merupakan rahasia pasien adalah pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal dansebagainya.
Sabda rosul, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu abbas : “ Barang siapa menutupi aurot saudaranya sesama muslim, maka Allah akan menutupi auratnya pada hari kiamat nanti, dan barang siapa yang membukakan aurat saudaranya sesama muslim, maka Allah akan membukakan pula auratnya bahkan seisi rumahnya”.

F. Avoid Killing
Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan manusia (pasien), tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson ( 2000 : 113) menjelasakan tentang masalah avoiding killing sama dengan Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan hidup atau mati yaitu istilah yang digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau meninggal
Ketika menghadapi pasien dengan kondisi gawat maka seorang perawat harus mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara. Tetapi menurut Chiun dan Jacobs (1997 : 40) perawat harus menerapkan etika atau prinsip moral terhadap pasien pada kondisi tertentu misalnya pada pasien koma yang lama yaitu prinsip avoiding killing,
Pasien dan keluarga mempunyai hak-hak menentukan hidup atau mati. Sehingga perawat dalam mengambil keputusan masalah etik ini harus melihat prinsip moral yang lain yaitu beneficience, nonmaleficience dan otonomy yaitu melakukan yang terbaik, tidak membahayakan dan menghargai pilihan pasien serta keluarga untuk hidup atau mati. Mati disini bukan berarti membunuh pasien tetapi menghentikan perawatan dan pengobatan dengan melihat kondisi pasien dengan pertimbangan beberapa prinsip moral diatas.
Mengenai hak hidup islam menjelaskan “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang dikharamkan Allah membunuhnya melainkan dengan suatu alasan yang benar”

No comments:

Post a Comment