WELCOME--- SUGENG RAWUH--- SELAMAT DATANG--- AHLAN WASAHLAN---"BERSATU KITA MAMPU"... WELCOME--- SUGENG RAWUH--- SELAMAT DATANG---AHLAN WASAHLAN--- "BERSAMA KITA BISA"...

Tuesday, December 28, 2010

PENELITIAN KUALITATIF




Istilah penelitian kualitatif diberi makna sebagai jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Mereka memberikan contoh penelitian kualitatif seperti penelitian tentang kehidupan, riwayat, perilaku seseorang, disamping juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif. Pada umumnya data diperoleh melalui wawancara dan pengamatan. Data yang terkumpul tidak diolah secara statistik. Untuk melengkapi data yang dihasilkan dari proses wawancara dan pengamatan, peneliti dapat menggumakan dokumen, buku, kaset video dan bahkan data yang telah dihitung untuk tujuan lain, misalnya data sensus.
Penelitian kaulitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif. Dalam penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting fenomenanya yang diteliti. Peneliti diharapkan selalu memusatkan perhatian pada kenyataan atau kejadian dalam konteks yang diteliti. Setiap kejadian merupakan sesuatu yang unik dan berbeda dengan yang lain karena ada perbedaan konteks.
Para peneliti lebih senang menghubungi beberapa informan kunci dari suatu komunitas. Jumlah informan yang dijadikan responden jumlahnya dapat dikatakan relatif kecil sekali. Sebagai konsekuensinya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para peneliti relatif mendalam sekali. Kesediaan informan untuk mau menghabiskan waktunya berjam-jam dalam beberapa hari sering menjadi pertanda berhasilnya proses wawancara.
Tugas peneliti adalah mengumpulkan data dan menyajikannya sedemikian rupa sehingga para informan dibiarkan berbicara sendiri. Tujuannya adalah untuk membuat laporan apa adanya dengan sedikit atau tanpa interpretasi atau campur tangan atas kata-kata lisan informan dan dengnan sedikit atau tanpa penafsiran atas pengamatan yang dilakukan oleh para peneliti sendiri. Walau kelompok peneliti ini berpendapat bahwa pandangan informan tentang realitas tidak mencerminkan ”kebenaran”, namun pendapat subjek dilaporkan secara spontan dan penuh makna.

Alasan Memilih Penelitian Kualitatif
Strauss dan Corbin menyatakan bahwa seseorang yang melakukan penelitian kualitatif memiliki beberapa alasan. Pertama, adalah alasan demi kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya. Beberapa peneliti yang memiliki latar belakang bidang pengetahuan seperti antropologi, atau yang terkait dengan orientasi filsafat seperti fenomenologi, biasanya dianjurkan untuk menggunakan metode kualitatif.
Kedua, adalah alasan untuk tidak terjebak pada angka-angka hasil pengolahan dengan menggunakan teknik statistik yang cenderung berlaku untuk populasi.
Ketiga, adalah alasan dari sifat masalah yang diteliti. Dalam beberapa bidang studi, pada dasarnya lebih tepat digunakan jenis penelitian kualitatif. Contoh dari penelitian semacam ini adalah penelitian untuk mengungkap sifat pengalaman seseorang dengan fenomena seperti sakit, berganti agama, ketagihan obat, kehidupan pengemis , dan pola partisipasi wanita bekerja di luar rumah.

Kemampuan Peneliti Dan Karakteristik Penelitian

Kemampuan Peneliti Penelitian Kualitatif
Kemampuan pertama, adalah kemampuan untuk meninjau kembali dan menganalisis situasi secara kritis. Kedua, adalah kemampuan untuk menjaga jarak analisis agar objektivitas tetap terpelihara dan kemampuan untuk memanfaatkan pengalaman terdahulu dan kemampuan menyusun landasan teori untuk memahami apa yang terlihat. Ketiga, adalah kemampuan untuk melakukan pengamatan secara cermat untuk mendapatkan data yang sahih dan handal. Keempat, adalah kecakapan untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan baik dengan komunitas masyarakat yang diamati dan diwawancarai. Kelima, adalah kemampuan berfikir secara abstrak. Keenam, adalah kemampuan untuk melakukan interpretasi data yang terkumpul.
Sebagian pakar dalam penelitian kualitatif menyatakan bahwa kemampuan yang paling utama dalam penelitian kualitatif adalah kemampuan untuk memberi makna atas interpretasi dari data yang mereka kumpulkan. Karena tidak semua datanya dilaporkan kepada pembaca, maka data perlu dikurangi. Sungguhpun demikian, semua yang dideskripsikan tetap akurat. Sebagai konsekuensinya, kegiatan mengurangi dan menyusun data merupakan kemampuan yang sangat penting dalam proses seleksi dan interpretasi data.

Karakteristik Penelitian
Basrowi dan Sukidin menyebutkan tujuh karakteristik penelitian kualitatif. Pertama, dilihat dari kerangka teori Penelitian Kuantitatif menuntut penyusunan kerangka teori, sedangkan kualitatif menolak sepenuhnya penggunaan kerangka teoritik sebagai persiapan penelitian. Membuat persiapan teoritik seperti itu hanya akan menghasilkan penelitian yang artificial dan jauh dari sifat natural-nya.
Kedua, ada tidaknya hipotesis. Penelitian kualitatif tidak terikat oleh hipotesis, mengingat hipotesis muncul karena kerangka teoritik yang mendahuluinya. Disamping itu, penelitian kualitatif tidak melihat kerangka teoritik yang mendahuluinya. Penelitian kualitatif berangkat dari pikiran kosong dalam rangka membangun suatu konsep. Seandainya dalam suatu penelitian yang mengklaim menggunakan pendekatan kualitatif, tetapi ternyata di dalamnya masih terlihat kerangka teoritik maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, bahwa teori yang ada dalam penelitian itu kemungkinan digunakan untuk meraba atau bahkan dibuan (ditolak) ketika mendapatkan hal yang baru di lapangan. Kemungkinan kedua, penelitian itu tidak sepenuhnya kualitatif. Mengingat penelitian kualitatif sangat membutuhkan waktu yang cukup lama, sementara keterbatasan waktu penelitian membuat peneliti tidak berani mengklaim pendekatan penelitian yang digunakan sepenuhnya kualitatif.
Ketiga, ada tidaknya ubahan (variabel). Dalam melihat fenomena, penelitian kualitatif berusaha melihat objek dalam konteksnya dan menggunakan tata pikir logik lebih dari sekedar linier kausal. Penelitian kualitatif tidak menentukan ubahan-ubahan dan kategori ubahan serta tidak berusaha mengukur itu, apalagi mengkuantifikasikan.
Keempat, hubungan peneliti dan responden. Peneliti dalam pengumpulan data berfungsi sebagai instrumen yang berusaha mengikuti asumsi-asumsi kultural dan mengikuti data kualitatif. Peneliti berupaya mencapai wawasan imajinatif ke dalam dunia sosial responden dengan secara fleksibel, reflektif dan tidak mengambil jarak dengan responden. Dalam hal ini, peneliti melakukan pengamatan berperan serta (participant observation) atau ada juga yang menamakan pengamatan terlibat. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif diharapkan terbina rapport. Rapport adalah hubungan antara peneliti dan subjek yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.
Dalam melakukan upaya ini, peneliti harus benar-benar memahami latar penelitian, seperti bahasa, budaya, dan adat-istiadat sehingga dalam melakukan penelitian peneliti benar-benar dapat diterima sebagai anggota masyarakat. Setidaknya terdapat dua pendekatan penting dalam proses pengumpulan data sewaktu melakukan kajian lapangan dalam studi kualitatif, yakni : (1) pengamatan berperan serta (participant observation). Teknik atau pendekatan ini digunakan untuk menunjuk pada penelitian berciri periode interaksi sosial yang intensif, sehingga peneliti ikut berperan pada kegiatan atau proses yang sedang diteliti, ikut empati dan ikut masuk ke dalam serta membiarkan setting ”alamiah” itu terjadi. Dengan demikian, maka ia dapat menguak keunikan yang terjadi dalam subjek kajian dan (2) dokumen pribadi, termasuk di dalamnya wawancara bebas. Teknik ini menunjuk pada bahan-bahan, tempat orang mengungkapkan kata-katanya sendiri, pandangan tentang kehidupannya, dan berbagai aspek kehidupannya sendiri. Dokumen ini dapat berupa buku harian, surat, otobiografi dan catatan hasil wawancara terbuka.
Kelima, metode analisis data. Kajian penelitian kualitatif apabila ditilik dari teknik pendekatan dan analisis data yang digunakan akan berbeda dengan pendekatan kualitatif, mengingat dalam pendekatan kualitatif tidak bisa hanya dilakukan secara analisi linier, akan tetapi harus menggunakan analisis interaktif. Analisis interaktif ditujukan untuk kecermatan penelitian kualitatif dan menjaga kualitas hasil penelitian. Metode analisis semacam ini disebut sebagai model analisis interaktif, di mana masing-masing komponen pengumpulan data, reduksi data, display data, dan kesimpulan hasil dilakukan secara simultan atau secara siklus.
Model analisis alur tahapan yang bersifat siklus memiliki tiga tahapan. Pertama tahap open coding. Pada tahap ini, peneliti berusaha mendapatkan data sekaya mungkin yang berkaitan dengan subjek. Kedua tahap axial coding diorganisir kembali berdasarkan atas kategorinya untuk dikembangkan ke arah beberapa proposisi. Pada tahap ini pula dilakukan analisis hubungan antar kategori. Hubungan tersebut mengarah pada metode grounded theory. Ketiga, tahap selective coding. Tahap ini merupakan tahap memeriksa mana kategori yang inti dan kaitannya dengan kategori yang lain, sehingga dapat diketahui dan dijelaskan yang menjadi inti atau pusat dari konsep atau kategori lainnya. Sudikan menyatakan bahwa aplikasinya kemungkinan sebagai berikut : dalam open coding, kegiatan peneliti meliputi : memerinci, memeriksa, memperbandingkan, mengkonseptualisasi dan mengkategorikan. Dalam tahap axial coding, kegiatannya adalah melakukan pengorganisasian kembali berdasarkan kategori untuk dikembangkan ke arah proposisi. Dalam tahap ini selective coding , kegiatannya adalah mengklasifikasikan proses pemeriksaaan kategori inti dalam kaitannya dengan kategori lainnya.
Keenam, proses dan hasil. Penelitian kualitatif mementingkan proses daripada hasil. Hal ini terjadi karena hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. Peranan proses lebih besar dibandingkan hasil.
Ketujuh, responden dan sample. Dalam penelitian kualitatif, tidak mengenal istilah random sampling, ukuran sample, luas sample dan metode sampling. Dalam penelitian kualitatif, lebih dikenal dengan istilah informan dan snowball sampling. Dalam penelitian kuantitatif, semakin besar sample akan semakin kecil kesalahan sampling. Akan tetapi, dalam penelitian kualitatif banyak sedikitnya informan tidak menentukan akurat dan tidaknya penelitian. Bahkan dalam penelitian kualitatif bisa jadi informannya hanya satu orang dengan syarat validitas data yang terkumpul dari informan tersebut dapat terpenuhi.

Penyusunan Proposal

Pra Penyusunan Proposal
Suprayogo dan Tobroni menyatakan bahwa kegiatan penelitian yang benar berangkat dari (fokus/ rumusan) masalah dan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Langkah-langkah yang diambil peneliti, termasuk dalam menentukan rancangan penelitian harus didasarkan atas permasalahan dan tujuan penelitian. Bukan sebaliknya, yaitu rancangan penelitian yang menentukan permasalahan dan tujuan penelitian.
Namun dalam penelitian kualitatif akan lebih tepat kalau peneliti melakukan penjajakan atau penciuman lapangan terlebih dahulu. Rancangan penelitian kualitatif bersifat lentur dapat berkembang sesuai dengan keadaan lapangan, bersifat umum, berfungsi memberi firasat bagaimana peneliti melangkah dan melukiskan apa yang dilakukannya di lapangan. Rancangan penelitian kualitatif termasuk rumusan permasalahannya harus sipa diubah-ubah secara berulang-ulang.
Suprayogo dan Tobroni mengemukakan 5 ciri penelitian kualitatif. Ciri itu adalah : (1) riset kualitatif mempunyai latar alami karena yang merupakan alat penting adalah adanya sumber data yang langsung dari perisetnya, (2) riset kualitatif. bersifat deskriptif, (3) periset kualitatif lebih memperhatikan proses (dari suatu fenomena sosial) daripada hasil atau produk (fenomena itu) semata, (4) periset kualitatif cenderung menganalisis datanya secara induktif, dan (5) makna (bagaimana subjek yang diteliti memberi makna hidupnya dan pergumulannya) merupakan soal esensi untuk ranacangan kualitatif.

Pelaksanaan Penyusunan Proposal
Sebelum melakukan penelitian yang sesungguhnya, pekerjaan yang harus dilakukan oleh peneliti adalah menyusun proposal penelitian. Berikut adalah elemen-elemen yang harus ada dalam proposal penelitian.
1. Judul Penelitian.
Suprayogo dan Tobroni menyatakan bahwa judul proposal seharusnya singkat, dan merupakan kerangka referensi.
2. Latar Belakang Masalah atau Konteks Penelitian
Istilah konteks penelitian biasanya digunakan dalam penelitian kualitatif. Suprayogo dan Tobroni menyatakan bahwa latar belakang masalah memuat 5 hal berikut ini : (a) Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, antara teoritik dan prkatik, antara das sein dan das sollen. (b) Keaslian penelitian yang dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa masalah yang diangkat belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu, atau sudah pernah tetapi belum sempurna, atau melanjutkan penelitian terdahulu, atau sudah pernah tetapi perlu dikaji ulang sebagian atau keseluruhan, atau untuk mengoreksi hasil penelitian terdahulu, atau berbeda sama sekali dengan penelitian terdahulu. (c) Alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukakan dipandang menarik,. Penting, perlu, dan layak diteliti. (d) Kedudukan masalah yang diteliti dalam permasalahan yang lebih luas. (e) Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian yang dilakukan.
3. Rumusan Masalah atau Fokus Penelitian
Rumusan masalah adalah salah satu adalah sebagian kecil dari masalah-masalah yang telah disebutkan dalam latar belakang masalah. Peneliti seyogyanya memberi alsan mengapa ia merumuskan masalah yang sedang ia kaji dan bukan masalah yang lain.
4. Teori dan Tinjauan Kepustakaan
Dalam penelitian kualitatif, fungsi teori hanya sebagai perspektif atau pangkal tolak dan sudut pandang untuk mamahami dan menyelami alam pikiran subjek (subjek yang diteliti) serta untuk menfasirkan dan memaknai setiap fenomena dalam rangka membangun konsep. Kepustakaan pada dasarnya dapat dikelompokkan atas dua kelompok, yaitu kepustakaan konseptual dan kepustakaan penelitian.
5. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian biasanya dibahas tentang desain penelitian (pendekatan dan jenis penelitian), penentuan wilayah penelitian, penentuan data dan sumber data, penentuan tehnik pengumpulan data, penentuan analisis data, dan bila perlu jadwal pelaksanaan penelitian dan anggaran biaya penelitian.
Dalam pendekatan penelitian, peneliti dapat menentuka apakah ia akan memilih penelitian kualitatif ataukah penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, data yang akan dikumpulkan belum dapat ditentukan secara detail dalam proposal penelitian. Sumber data berupa manusia dalam penelitian kualitatif disebut informan yang dipilih secara purpossive atau sistem getok tular atau snowball sampling . tehnik ini dipilih berdasarkan pertimbangan rasional peneliti bahwa informanlah yang memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi/ data sebagaimana diharapkan peneliti. Sebagai sumber informasi (key informan), informan memiliki kedudukan penting dan harus diperlakukan sebagai subjek yang memiliki kepribadian, harga diri, posisi, kemampuan dan peranan sebagaimana adanya. Karena itu, tidak semua informan memiliki kedudukan yang sama, dalam arti ada informan kunci dan informan pelengkap.
Penelitian kualitatif biasanya menekankan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Pengumpulan data biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif lama, tahap demi tahap, dan sifatnya berkembang. Karena itu, antara pengambilan data dan analisis data dilakukan secara simultan.
Kegiatan analisis data secara umum dibedakan dalam 3 tahap, yaitu pengolahan, analisis data, dan penafsiran data. Dalam pengolahan data, kegiatan utama yang dilakukann adalah memeriksa seluruh data yang masuk untuk dipilih dan dipilah berdasarkan sub-sub pokok bahasan dalam rumusan masalah. Transkrip hasil wawancara, catatan lapangan yang merupan data penelitian dicek kembali kelengkapannya.

Pengumpulan Data Dalam Tahap Operasional

Penelitian kualitatif dilandasi oleh strategi pikir fenomenologis, selalu bersifat lentur dan terbuka dengan analisis induktif (emprico inductive). Penelitian kualitatif meletakkan data penelitian bukan sebagai alat dasar pembuktian tetapi sebagai modal dasar bagi pemahaman. Karena itu, proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif merupakan kegiatan yang lebih dinamis. Beragam data yang dikaji sama sekali tidak ditentukan oleh teori prediktif dengan kerangka pikiran yang pasti, tetapi berdiri sebagai realita yang merupakan elemen dasar dalam membentuk teori. Dari liku-liku realita dengan kekayaan nuansanya yang ditemukan peneliti dalam kegiatan pengumpulan data inilah, teori sebagai hasil penelitian disusun dan dirumuskan.
Penelitian kualitatif yang menekankan pada makna lebih memfokuskan pada data kualitas dengan analisis kualitatifnya. Terhadapa data kuantitas, penelitian kualitatif tetap memandangnya sebagai kuantitas dan harus diolah dalam pola pikir kuantitas, tidak dipaksakan untuk dianalisis secara kualitatif. Di sini data kuantitatif dihitung tidak dengan arahan pembuktian bagi suatu prediksi tetapi digunakan sebagai fenomena pendukung analisis kualitatif bagi kemantapan kesimpulan akhir penelitian.

Sumber Data
Suprayogo dan Tobroni menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat explanation (menerangkan, menjelaskan) karena itu bersifat to learn about the people (masyarakat sebagai objek), sedangkan penelitian kualitatif lebih bersifat understanding (memahami) terhadap fenomena atau gejala-gejala sosial, karena itu bersifat to learn about the people (masyarakat sebagai subjek).
Informan selain sebagai aktor atau pelaku juga ikut menentukan berhasil tidaknya sebuah penelitian berdasarkan informasi yang diberikannya. Bisa saja informan menyembunyikan informasi penting yang dimiliki atau dengan alasan tertentu tidak mau bekerjasama dengan peneliti. Karena itu, dalam penelitian kualitatif, peneliti dan narasumber berkedudukan sama. Peneliti harus pandai-pandai menggali data dengan cara membangun kepercayaan, keakraban dan kerjasama dengan subjek yang diteliti di samping tetap kritis dan analitis. Beragamnya kedudukan dan peran narasumber, berakibat pada akses informasi yang diperoleh peneliti. Karena itu, peneliti harus mengenal secara lebih mendalam informannya dan memilih informasi yang benar-benar bisa diharapkan memberikan informasi yang dibutuhkan. Sebagai ilustrasi, informan bisa sebagai pelaku, pengamat, pengelola dan perencana, atau sekedar penerima atau orang yang mengetahui informasi subjek lain yang diperlukan peneliti. Kesalahan dalam memilih informan bisa berakibat informasi atau data tidak lengkap. Bahkan mengalami bias.

Tehnik Sampling
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling digunakan dalam rangka membangun generalisasi teoritik. Dalam penelitian kualitatif sampling yang diambil lebih selektif. Penelitian didasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan, keingintahuan pribadi karakteristik empiris yang dihadapi dan sebaginya. Sumber data digunakan tidak dalam rangka mewakili populasinya tetapi lebih cenderung mewakili informasinya.
Karena pengambilan cuplikan didasarkan atas berbagai pertimbangan, maka pengertiannya sejajar dengan jenis tehnik sampling yang dikenal sebagai purposive sampling , dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.
Cuplikan dalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yang berlawanan dengan sifat cuplikan dalam penelitian kualitatif yang dinyatakan sebagai external sampling. Dalam cuplikan internal, cuplikan diambil untuk mewakili informasinya dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya. Cuplikan internal dilakukan dengan mengarah pada kemungkinan terbentunya generalisasi teoritis.
Dalam penelitian kualitatif juga dikenal istilah time sampling atau snowball sampling. Time sampling berkaitan dengan cuplikan waktu yang dipandang tepat untuk pengumpulan informasi sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Sedangkan snowball sampling digunakan apabila peneliti ingin mengumpulkan data yang berupa informasi dan informan dalam salah satu lokasi, tetapi peneliti tidak tahu siapa yang tepat untuk dipilih karena tidak mengetahui kondisi dan struktur warga masyarakat dalam lokasi tersebut sehingga ia tidak bisa merencanakan pengumpulan data secara pasti. Untuk itu, peneliti bisa secara langsung datang memasuki lokasi dan bertanya mengenai informasi yang siperlukannya kepada siapa pun yang dijumpai pertama. Dari informan yang pertama tersebut peneliti bisa menemukan informan kedua, ketiga dan seterusnya yang mungkin lebih banyak tahu mengenai informasinya. Proses kerja semacam ini diibaratkan seperti halnya bola salju yang diawali dengan sangat kecil, menggelinding semakin jauh dan menjadi semakin padat dan besar.

Observasi
Dalam dunia penelitian, observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda, dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis. Berdasarkan peran peneliti dalam observasi, observasi dapat dibagi menjadi (1) tak berperan sama sekali, (2) berperan pasif, (3) berperan aktif, dan (4) berperan penuh. Ahli yang lain mebagi observasi menjadi dua, yaitu observasi partisipan dan observasi nonpartisipan.

Tehnik Triangulasi
Metode triangulasi merupakan metode paling umum yang dipakai untuk uji validitas dalam penelitian kualitatif. Suprayogo dan Tobroni menyatakan ada empat macam tehnik triangulasi :
1) Triangulasi data atau triangulasi sumber data
Triangulasi data dimaksudkan agar dalam pengumpulan data peneliti menggunakan multi sumber data. Misalnya data tentang keaktifan siswa dalam menjalankan shalat berjamaah di sekolah, dapat dilakukan dengan menggunakan sumber data informan (guru, siswa sendiri), fenomena shalat berjamaah di masjid sekolah, dan dokumen (presensi) bila ada.
2) Triangulasi metode
Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan berbagai metode pengumpulan data untuk menggali data sejenis. Misalnya untuk menggai data tentang struktur kognitif komunitas Kristen terhadap komunitas Islam di Maluku dapat digunakan metode wawancara dengan kedua komunitas tersebut, metode observasi terhadap aktivitas komunitas Kristen yang berhubungan dengan komunitas Muslim, dan metode dokumenter terhadap dokumen hubungan Islam-Kristen di Maluku.
3) Triangulasi peneliti
Diharapkan dengan beberapa peneliti yang melakukan penelitian yang sama dengan pendekatan yang sama akan menghasilkan hasil yang sama pula atau hampir sama.
4) Triangulasi teori
Triangulasi teori memilki makna bahwa dalam membahas satu permasalahan yang sedang dikaji, peneliti tidak menggunakan satu prespektif teori. Misalnya penelitian tentang perilaku guru dalam mengajar dapat menggunakan teori peran dalam sosiologi (dramaturgi), teori sistem dalam organisasi dan teori perilaku dalam psikologi.
Dalam aplikasinya, Moleong menyatakan sebagai berikut. Peneliti dapat membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, mebandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada dan orang pemerintahan dan mebandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

Contoh Hasil Penelitian Kualitatif

Bagian akhir makalah ini menyajikan satu contoh latar penelitian dan hasil yang diharapkan dari suatu penelitian kualitatif. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran singkat tentang latar belakang dan tujuan yang hendak dicapai di dalam penelitian kualitatif. Di samping itu, hal ini juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan seseorang peneliti di dalam membuat proposal dengan cara mengevaluasi proposal dan laporan peneliti yang lain seperti misalnya proposan dan laporan dari peneliti Sumiyarno , Nur Abiyono dan Rachma Hasibuan dalam satu studi yang berjudul ”Tradisi Mengemis Masyarakat Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep Madura”. Secara berturut-turut dibahas mengenai latar penelitian dan hasil yang diharapkan.

Latar Penelitian
Program penelitian ini secara umum didasarkan kepada suatu pemikiran utama bahwa tradisi mengemis yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat Desa Pragaan Daya Kabupaten Sumenep Madura sudah menjadi kebiasaan dan cara hidup (way of life) yang melembaga sejak puluhan tahun yang silam, hal ini jelas-jelas merupakan tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma etika yang berlaku secara umum. Penyimpangan tingkah laku mengemis dapat berkembang secara sistematik menjadi subkultur, yaitu satu sitem tingkah laku yang menghasilkan organisasi sosial, nilai-nilai, rasa kebanggaan, norma dan moral tertentu yang semuanya berbeda dari situasi umum. Semua tingkah laku yang menyimpang dari norma umum itu kemudian dirasionalisasikan atau dibenarkan oleh semua anggota kelompok dengan pola menyimpang yang sistematik. Pada umumnya kelompok masyarakat seperti ini mempunyai peraturan-peraturan yang sangat berat yang diperlukan untuk bisa menegakkan konformitas dan kepatuhan anggota-anggotanya . Dalam situasi dan kondisi semacam ini pertumbuhan sosio-psikologis dari pribadi dan kelompok cenderung menjadi abnormal atau menyimpang.
Sedangkan tinjauan dari sudut budaya menunjukkan bahwa tardisi mengemis telah berakar sejak masa lampau, para ahli menyatakan bahwa mempersoalkan hal semacam ini dianggap melanggar hal yang keramat. Kelompok masyarakat pengemis termasuk kelompok yang sulit menerima pemikiran baru (inovasi) dan kelompok masyarakat semacam ini disebut kolot (laggard) yang pada umumnya banyak mengalami kendala di dalam menerima gagasan baru . Kendala itu dapat dikelompokkan atas kendala eksternal dan internal. Kendala internal antara lain yang terkait dengan karakteristik individu. . Sedangkan yang termasuk kendala eksternal adalah sifat yang melekat pada inovasi itu sendiri, seperti mudah tidaknya diadopsi, kompleksitas, kecocokan dengan tujuan, fisibelitas dan kecocokan dengan praktik yang ada .
Sehubungan dengan peningkatan sumber daya manusia, kelompok pengemis dapat dikatakan merupakan orang yang sangat minim memperoleh kesempatan pendidikan dan pelatihan, sehingga tarf hidup mereka rendah. Berdasarkan pernyataan Karabel dan Halsey pengemis diberi batasan sebagai orang yang tidak memilki modal pengetahuan dan ketrampilan, tidak memilki kemampuan berinvestasi dalam sektor pendidikan dan ketrampilan dan cenderung memiliki sikap dan tingkah laku yang menyimpang dari norma umum. Priyono dan Perwira menyadari bahwa dunia kerja masa depan berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia yang bersifat multi skill, fleksibel dan retrainable yang menuju pada pengembangan kemampuan interpreneurship. Dengan demikian, tenaga yang dikembangkan seharusnya memiliki kemampuan dan pengetahuan ketrampilan yang tinggi dan dapat mandiri.
Dunia pendidikan menyatakan bahwa strategi pembelajaran memegang peranan penting di dalam menetukan keberhasilan proses pembelaran. Pembelajaran yang efektif bagi orang dewasa menurut Sherman ada dua jenis yaitu pembelajaran yang berorientasi pada kelembagaan dan pembelajaran yang berorientasi pada warga belajar. Oleh karena itu, dengan menilik trdisi mengemis yang ada di tengah-tengah masyarakata Pragaan Daya menunjukkan betapa rendahnya kualitas sumber daya masyarakat tersebut. Tradisi ini menunjukkan bahwa kondisi permasalahan yang dihadapi masyarakat lapisan bawah bersifat multidimensional dan multidirectional , seperti : rendahnya taraf hidup, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat adopsi inovasi, rendahnya kesadaran kehidupan beragama dan lain-lain.
Bertitik tolak dari pokok pikiran tersebut, peneliti beranggapan bahwa kondisi masyarakat desa Pragaan Daya sudah mencapai titik ”kritis” karenanya kemudian sangat diperlukan usaha dan model pemecahan persoalan, agar masyarakat bisa keluar dari penyakit sosial mengemis itu. Oelh karenanya, penelitian ini menjadi perlu dan penting sebagai langkah awal untuk mengetahui persoalan-persoalan apa yang mendasari masyarakat sehingga ia melakukan pekerjaan mengemis. Dari sini kemudian akan dapat diketahui langkah dan pendekatan yang paling efektif dan efisien dalam menanggulangi persoalan tradisi mengemis masyarakat Pragaan Daya.

Hasil Yang Diharapkan
Sedangkan hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah : Pertama, dapat memberikna pemahaman awal bagi masyarakat desa Pragaan Daya bahwa tradisi mengemis merupakan perilaku menyimpang yang keberadaannya tidak dibenarkan, baik oleh norma agama maupun etika sosial-budaya. Kedua, sebagai referensi atau paling tidak bahan pertimbangan pemerintah dan dinas terkait dalam usaha mengatasi permasalahan desa yang memiliki problema dan karakteristik yang sama, khususnya masyarakat desa Pragaan Daya. Ketiga, adanya perhatian yang serius dari pemerintah daerah khususnya dalam usaha peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan yang terjadi di dalam masyarakat.


PENUTUP

Demikian sekilas berbagai dimensi manusia dalam upaya mencari kebenaran dengan berbagai cara yang variartif, yanki dengan pendekatan kualitatif. Setelah manusia memperoleh pengetahuan atau jawaban tentang pertanyaan yang ada, manusia secara naluri akan memperoleh suatu kepuasan dan ada kecenderungan serta keinginan untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang jawaban yang diperoleh tersebut. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang diperoleh manusia dianggap sesuatu yang statis dan perlu dikembangkan.
Dari uraian di atas, dapat dismpulkan bahwa pendekatan kualitatif dalam suatu proses penelitian ilmiah lebih cenderung fleksibel, dan banyak digunakan para peneliti. Di dalamnya terdapat interaksi langsung dan pemaparan datanya lebih bersifat alamiah dan sesuai fakta lapangan. Beberapa uraian dan deskripsi kualitatif tersebut dapat menjadi gambaran dan bahan kajian bagi para peneliti untuk melaksanakan kegiatan opeasional penelitian secara mendalam dan berkesinambungan. Sehingga budaya ilmiah akan dapat berkembang pada porosnya secara proporsional.


DAFTAR PUSTAKA

Abiyono, Nur. 2001. Tradisi Mengemis Masyarakat Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep Madura. Probolinggo : Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Sautu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.

Bassrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perpektif Mikro. Surabaya : Insan Cendekia.

Blij, H.J. de. 1996. Human Geography : Culture, Society, and Space. New York : John Wiley & Sons.

Ary Furchan dan Donald, et al., 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya :Usaha Nasional.

Jerome Karabel dan Halsey, A.H. 1997. Power and Ideology in Education. New York : Oxford University Press.

Kartini Kartono. 1998. Patologi Sosial. Jakarta : Rajawali.

Margono, S., 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.

Lexy Moleong. J., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Priyono, Edy dan perwira, Saprudin M. 1997. “Pertimbangan dalam Penggunaan dan Pemilihan Teknologi untuk Diklat”. Warta Demografi, 27(1)

Sherman, Thomas M. 1985. Learning Improvement Programs : A Review of Controllable Influences. Journal of Higher Education, 56 (1).

Strauss, Anselm dan Juliett Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pusataka Pelajar.

Sunday, May 9, 2010

EMPATI PERAWAT SEMBUHKAN PASIEN


Tidak jarang anda mendengar baik itu dari surat kabar maupun kerabat anda, “Di Rumah Sakit A, perawatnya ramah-ramah, jadi sewaktu dulu aku sakit, belum minum obat aja rasanya sakitnya tinggal separuh” atau “Ketika aku dulu dirawat di Rumah Sakit B, perawatnya galak dan judes, rasanya penyakitku justru tambah parah saja” atau juga “Lebih baik aku berobat ke Rumah Sakit X yang sedikit lebih mahal tetapi perawatnya murah senyum daripada ke Rumah Sakit Y yang lebih murah tetapi perawatnya menderita ‘sakit gigi’ (sulit untuk senyum)”. Tidak dipungkiri fenomena tersebut tentunya akan sangat berpengaruh terhadap citra rumah sakit itu sendiri di mata masyarakat.

Dewasa ini perhatian perawat sudah beralih dari pendekatan yang berorientasi medis kepada pendekatan yang memusatkan perhatian pada pasien. Peran perawat tidak hanya berpusat pada fungsi fisik namun meluas pada aspek psikis pasien (diadaptasi dari buku yang ditulis Ellis, dkk. yang berjudul Interpersonal Communication in Nursing) Perawatan yang efektif dapat dicapai bila perawat menaruh minat terhadap pasien tanpa membedakan status sosial ekonominya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang peraturan Tenaga Kesehatan, dijelaskan bahwa perawat termasuk tenaga kesehatan jenis tenaga keperawatan.

Frekuensi interaksi perawat dengan pasien tergolong paling sering dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lainnya, maka keberadaan perawat di rumah sakit sangat penting pula dalam memegang peranan atas kelangsungan kondisi pasien.
Seorang perawat dengan empatinya akan membantu pasien. Perawat berkeharusan bersikap baik dan santun kepada seluruh pasien, baik itu bayi yang baru lahir sampai orang lanjut usia sekalipun. Sikap ini didasarkan pada pemikiran, pilihan sikap yang benar dan tepat dalam segala situasi, yaitu tempat dan waktu. Perawatan yang efektif mencakup pemberian perhatian kepada kebutuhan emosi sang pasien. Sikap perawat kepada pasien disesuaikan dengan usia pasien. Hal ini menguatkan bahwa kemampuan untuk dapat berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat agar perawatan lebih efektif.

Empati adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain secara psikologis. Empati memiliki beberapa fungsi yang dapat membantu seseorang dalam bersosial, berinteraksi, berkomunikasi, dan bersikap di lingkungan masyarakat.

Florence Nightiangel, tokoh dunia yang mengubah persepsi dunia bahwa perawat itu merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan terhormat. Sebagai perawat dibutuhkan kemampuan khusus yang tidak semua orang memilikinya, yaitu kemampuan empati. Perawat yang memiliki empati diharapkan memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan untuk melakukan aksi komunikasi secara sadar kepada pasien sehingga dapat memahami dan merasakan suasana hati pasien tersebut. Perilaku yang muncul dari tiap perawat terhadap pasien berbeda-beda, hal ini terkait dengan kemampuan empati perawat itu sendiri, adapun yang mempengaruhi kemampuan empati, yaitu: pikiran yang optimis, tingkat pendidikan, keadaan psikis, pengalaman, usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, status sosial, dan beban hidup. Faktor-faktor tersebut diperlukan untuk menunjang perawat dalam meningkatkan kemampuan empati.

Kemampuan empati terkadang memang tidak dapat langsung muncul dari diri seorang perawat begitu saja, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan empati, yaitu:
1. Peduli, perhatian dari perawat kepada pasiennya, sejauh mana komunikasi dapat terbentuk sehingga pasien dapat merasa nyaman karena diperhatikan.
2. Berguru, dengan belajar kepada mereka yang telah nyata dianggap memiliki kemampuan empati yang tinggi, misalnya seorang rohaniawan, psikolog, maupun dokter di rumah sakit perawat tersebut mengabdi.
3. Berlatih, sepandai dan sepintar apapun kalau tidak pernah berlatih maka akan kalah dengan mereka yang masih pemula tetapi rutin untuk rajin berlatih mengasah kemampuan empatinya.
4. Berbagi pengalaman, ingatlah bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik dan melalui pengalaman kita dapat menjadi bijaksana, dengan berbagi pengalaman dengan sesama rekan sekerja maka diharapkan perawat akan lebih tangguh dan hebat.

Dengan begitu maka perawat dapat meningkatkan kemampuan empatinya agar dapat lebih mengerti, memahami, dan menghayati tidak hanya kondisi fisik namun juga kondisi psikis pasien karena pada dasarnya pasien yang datang untuk berobat ke rumah sakit tentunya dengan tujuan memulihkan kondisi fisiknya yang sakit, padahal apabila kondisi fisik seseorang mengalami suatu keadaan sakit, maka akan mempengaruhi kondisi psikisnya, biasanya pasien akan lebih labil emosinya. Tenaga kesehatan khususnya perawat harus peka dengan keadaan seperti ini, perawat tidak hanya menangani kondisi fisik dari pasien tetapi kondisi psikisnya juga, dengan berempati kepada pasien maka diharapkan pasien dapat sembuh lebih cepat.

Dengan kemampuan empati maka perawat memiliki kemampuan untuk menghayati perasaan pasien. Kemampuan empati seorang perawat dipengaruhi oleh kondisi perawat itu sendiri. Perawat perlu menjaga kondisi kesehatan fisik dan psikis, karena keduanya saling mempengaruhi satu sama lain.

Untuk dapat memiliki kemampuan empati, seorang perawat harus mampu bersosialisasi. Kebanyakan perawat memiliki sifat extovert (terbuka), maka akan lebih mudah dalam menangani pasien, karena pasien merasa nyaman dengan keberadaannya.

Sekarang ini sudah cukup banyak pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas performance perawat, pihak rumah sakit diharapkan dapat tanggap dalam meningkatkan manajemen terhadap tenaga kesehatan terutama perawatnya. Pengawasan dan evaluasi kinerja secara rutin akan sangat baik dilakukan oleh pihak rumah sakit melalui bagian HRD (Human Resource Development)-nya. Begitu juga perhatian pihak rumah sakit terhadap kesejahteraan perawatnya, hal ini sangat penting karena secara langsung mempengaruhi kinerja perawat itu sendiri.

Kemampuan empati perawat hendaknya disertai juga keramahan kepada keluarga atau kerabat pengantar atau penunggu dari pasien lebih lagi kepada setiap pengunjung rumah sakit, karena sesungguhnya citra rumah sakit ditentukan oleh sikap yang diperlihatkan sumber daya tenaga kesehatan terutama perawat sebagai ujung tombak rumah sakit. Semoga dengan meningkatnya kualitas tenaga kesehatan terutama perawat di Indonesia ini maka diharapkan akan meningkatkan pula kesehatan dan kesejahteraan seluruh warga. Hidup perawat!!

Friday, January 29, 2010

Sertifikasi Perawat belum Sentuh Kesejahteraan




SOLO (UMS).- Sertifikasi profesi perawat di Jawa Tengah yang direncanakan mulai berjalan Maret tahun ini, belum dapat menjadi gantungan harapan peningkatan kesejahteraan. Berbeda dengan sertifikasi guru dan dosen yang menyertakan tunjangan profesi untuk meningkatkan kesejahteraan, tidak ada pemberian dana insentif dalam sertifikasi perawat.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Komisariat Universitas Muhammadiyah Surakarta H. Abi Muhlisin, SKM., M.Kep. mengungkapkan, program sertifikasi sebatas legalitas yang menyatakan seseorang memiliki izin sebagai perawat. "Sertifikasi hanya menyangkut legalisasi profesi, tidak mencakup pemberian insentif demi peningkatan kesejahteraan. Jika dulu surat izin perawat (SIP) diberikan secara otomatis, nanti diberlakukan uji kompetensi yang diperbarui lima tahun sekali.
Menurut Abi, dengan diadakannya uji kompetensi, diharapkan tercipta standardisasi kualitas keahlian perawat yang lantas diikuti dengan meningkatnya daya serap pasar, baik dalam maupun luar negeri. Mengantongi sertifikasi, seorang perawat diharapkan memiliki daya jual tinggi hingga dapat memilih tempat bekerja yang lebih menjamin kesejahteraannya.
Abi mengakui masih banyak perawat, dari jumlah total sekitar 20.000 orang, bermasalah dengan tingkat kesejahteraan. Gaji di bawah upah minimum regional (UMR) banyak ditemui, khususnya di rumah sakit dan puskesmas di daerah. "Masih banyak perawat, khususnya sukarelawan, yang digaji di bawah Rp 100.000 per bulannya," ujarnya.
Disamping hal tersebut Abi yang juga pengurus Asosiasi Institusi Penyelenggara Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) Regional Jawa Tengah menyatakan, PPNI sebagai organisasi profesi dapat menjalankan fungsi pengawalan terhadap para anggotanya. "PPNI mesti mengawal setiap kebijakan pengguna jasa perawat. Perlu ada usaha nyata memperjuangkan mereka yang masih digaji teramat rendah," ucapnya.
Menurut Abi, belum adanya insentif kesejahteraan bagi perawat sangat terkait dengan belum adanya payung hukum. Berbeda dengan Undang-Undang Guru dan Dosen yang telah diterapkan, Undang-Undang kesehatan masih antre menunggu pengesahan di gedung DPR. (Abi-PSIK-FIK-UMS)***