Friday, January 29, 2010
Sertifikasi Perawat belum Sentuh Kesejahteraan
SOLO (UMS).- Sertifikasi profesi perawat di Jawa Tengah yang direncanakan mulai berjalan Maret tahun ini, belum dapat menjadi gantungan harapan peningkatan kesejahteraan. Berbeda dengan sertifikasi guru dan dosen yang menyertakan tunjangan profesi untuk meningkatkan kesejahteraan, tidak ada pemberian dana insentif dalam sertifikasi perawat.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Komisariat Universitas Muhammadiyah Surakarta H. Abi Muhlisin, SKM., M.Kep. mengungkapkan, program sertifikasi sebatas legalitas yang menyatakan seseorang memiliki izin sebagai perawat. "Sertifikasi hanya menyangkut legalisasi profesi, tidak mencakup pemberian insentif demi peningkatan kesejahteraan. Jika dulu surat izin perawat (SIP) diberikan secara otomatis, nanti diberlakukan uji kompetensi yang diperbarui lima tahun sekali.
Menurut Abi, dengan diadakannya uji kompetensi, diharapkan tercipta standardisasi kualitas keahlian perawat yang lantas diikuti dengan meningkatnya daya serap pasar, baik dalam maupun luar negeri. Mengantongi sertifikasi, seorang perawat diharapkan memiliki daya jual tinggi hingga dapat memilih tempat bekerja yang lebih menjamin kesejahteraannya.
Abi mengakui masih banyak perawat, dari jumlah total sekitar 20.000 orang, bermasalah dengan tingkat kesejahteraan. Gaji di bawah upah minimum regional (UMR) banyak ditemui, khususnya di rumah sakit dan puskesmas di daerah. "Masih banyak perawat, khususnya sukarelawan, yang digaji di bawah Rp 100.000 per bulannya," ujarnya.
Disamping hal tersebut Abi yang juga pengurus Asosiasi Institusi Penyelenggara Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) Regional Jawa Tengah menyatakan, PPNI sebagai organisasi profesi dapat menjalankan fungsi pengawalan terhadap para anggotanya. "PPNI mesti mengawal setiap kebijakan pengguna jasa perawat. Perlu ada usaha nyata memperjuangkan mereka yang masih digaji teramat rendah," ucapnya.
Menurut Abi, belum adanya insentif kesejahteraan bagi perawat sangat terkait dengan belum adanya payung hukum. Berbeda dengan Undang-Undang Guru dan Dosen yang telah diterapkan, Undang-Undang kesehatan masih antre menunggu pengesahan di gedung DPR. (Abi-PSIK-FIK-UMS)***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment